HAK
MEREK SEBAGAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.
Pengertian dan Jenis-Jenis Merek
Guna
memahami tentang merek, maka sebelumnya perlu dipahami tentang pengertian
merek. Untuk memahami hal itu, akan dikemukakan berbagai pandangan dari para
sarjana dan pengertian merek menurut Undang-undang tentang Merek.
Pengertian/batasan tentang merek diperlukan agar permasalahan yang menyangkut
merekdapat dipahami dari berbagai sudut pandang.
Dalam
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek diberikan
pengertian atau batasan tentang merek sebagai berikut :
Merek adalah tanda yang berupa
gambar nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
unsurunsur tersebut yang memiliki daya pembedaan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
memberikan pengertian tentang merek sebagai berikut :
Merek adalah tanda yang dikenakan
oleh pengusaha (pabrik, produsen, dan lain sebagainya) pada barang-barang yang
dihasilkan sebagai tanda pengenal, cap (tanda) yang menjadi pengenal untuk
menyatakan nama dan sebagainya.
Dalam pasal 15 TRIPs
dikatakan bahwa yang disebut suatu merek adalah:
Any
sign, or any combination of sign, capable of distinguishing the goods or
services of one undertaking from those of undertaking, shall be capable of
constituting a trade mark. Such signs, in particular words, including personal names,
letters, numerals, figurative elements and combinations of colours as well any
combination of such signs, shall be eligible for registration as trademarks.
Pengertian
merek yang terdapat dalam persetujuan TRIPs tersebut pada umumnya telah dipakai
oleh beberapa negara dalam berbagai peraturan-perundangan di bidang merek,
seperti yang terdapat dalam Undang-undang merek Australia yang termuat dalam Trade
Marks Act 1955 yang kemudian pada tahun 1995 dengan Trade Marks Act 1995.
Demikian juga yang terdapat dalam Undang-undang Merek Nomor 19 tahun 1992 yang
kemudian diubah dan disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 1997.
Pasal
6 ayat 1 Trade Mark Act 1955 Australia pada intinya menyatakan :
A
mark used or proposed to be used in relation to goods or services for the
purpose of indicating, or so as to indicate, a connection in the course of
trade between the goodsor services and a person who has the right, either as
proprietor or as registered user to use the mark, whether with or without an indication
of the identity of that person.
Tidak
jauh dari pengertian itu, dalam pasal 17 Trade Marks Act 1995 Australia
mengenai merek diberikan pengertian sebagai berikut:
A
sign used, or intended to be used, to distinguish goods or services dealth with
or provided in the course I of trade by a person from goods or services so
dealth with or provided by any other person.
Dari
beberapa rumusan pengertian mengenai merek tersebut di atas, maka ada beberapa
unsur yang harus dipenuhi untuk suatu merek.
Unsur
itu adalah :
1.
Merupakan suatu tanda;
2.
Mempunyai daya pembeda;
3.
Digunakan dalam perdagangan;
4.
Digunakan pada barang atau jasa yang sejenis.84
Tanda
yang dapat dipakai sebagai merek tanda yang dapat memiliki daya pembeda. Untuk
merek dagang tanda dapat dilekatkan pada barangnya, pembukusnya atau
kedua-duanya. Sedangkan untuk merek jasa dapat dicantumkan secara tertentu pada
hal-hal yang
bersangkutan
dengan merek jasa.85 Sedangkan apa yang
disebut sebagai barang sejenis menurut A. Oemar Wongsodiwirjo adalah barang
tersebut tidak harus sama, tetapi secara teknik dan pemakaian terdapat hubungan
yang yang sangat dekat, atau mengandung persamaan pada sifat dan susunannya dan
juga cara membuatnya.86
Dari
berbagai pandangan para sarjana dan pengertian merek berdasarkan UU Merek
sebagaimana telah dikemukakan di atas, secara umum dapat diberikan pemahaman
bahwa merek adalah suatu tanda untuk membedakan barang-barang atau jasa sejenis
yang dihasilkan dan diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan
hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang
lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.87
Mengenai
jenis-jenis mereka sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 dan angka 3
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek ada 2 (dua) yaitu; Merek Dagang
dan Merek Jasa.
1.
Merek dagang adalah merek yang dipergunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan barang-barang sejenis lainnya.
2.
Merek jasa adalah merek yang digunakan
pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Merek (UU No. 15 Tahun 2001) meliputi
merek dagang dan merek jasa. Walaupun dalam UU Merek digunakan istilah merek
dagang dan merek jasa, sebenarnya yang dimaksudkan dengan merek dagang adalah
merek barang, karena mereka yang digunakan pada barang dan digunakan sebagai
lawan dari merek jasa.
Sebenarnya
pengakuan terhadap merek jasa belum begitu lama. Perkembangan yang ditandai
dari Konvensi Nice atau dikenal dengan The Nice Convention of the
International Classification of Good and Service for the Purposes of the
Registration of Mark (1957). Mulai dari Konvensi Nice, maka pengakuan untuk
pendaftaran merek jasa kemudian berkembang di beberapa Negara lainnya. Di
Indonesia, pendaftaran merek jasa baru dapat dilakukan mulai tahun 1992, yaitu berdasarkan
Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek.88
Semua
negara yang mengatur adanya pendaftaran untuk merek jasa, pada dasarnya akan
melandaskan daripada klasifikasi jasa yang ditetapkan dalam Konvensi Nice,
terdiri sebanyak 8 kelas yang meliputi;
1.
Kelas 35 : Advertising and Business
2.
Kelas 36 : Insurance and Financial
3.
Kelas 37 : Construction and Repair
4.
Kelas 38 : Communication
5.
Kelas 39 : Transportation and Storage
6.
Kelas 40 : Material Treatment
7.
Kelas 41 : Educational and Entertainment
8.
Kelas 42 : Miscellaneous.89
Disamping
jenis merek sebagaimana ditentukan di atas, ada juga pengklasifikasian lain
yang didasarkan kepada bentuk dan wujudnya. Bentuk atau wujud merek itu menurut
Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik orang lain.
Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek, yakni :
1.
Merek lukisan (bell mark)
2.
Merek kata (word mark)
3.
Merek bentuk (form mark)
4.
Merek bunyi-bunyian (klank mark)
5.
Merek judul (title mark).90
Selanjutnya
R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek
dalam
3 (tiga) jenis, yaitu :
1.
Merek kata, yang terdiri dari kata-kata saja. Misalnya :
good year, Dunlop, sebagai merek untuk ban
mobil dan ban sepeda.
2. Merek lukisan,
adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah,
setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan.
3.
Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan. Misalnya : rokok
putih merek “Escort” yang terdiri dari lukisan iring-iringan kapal laut dengan
tulisan dibawah “ESCORT)”.
Dalam
Undang-undang Merek (UU No. 15 Tahun 2001), disamping Merek Dagang dan Merek
Jasa, ada juga yang namanya Merek Kolektif. Yang dimaksud dengan Merek Kolektif
berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 adalah :
Merek
yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan
dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
Khusus
untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang
baru, oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang
dan merek jasa. Pengklasifikasian dalam jenis merek dagang dan merek jasa
menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 kelihatannya diambil alih dari Konvensi
Paris yang dimuat dalam Pasal 6 Sexies.92
2.
Peraturan yang Mengatur Tentang Merek
Pengaturan tentang merek di Indonesia mempunyai
sejarah perjalanan yang cukup panjang dengan diberlakukannya peraturan merek
pada jaman pemerintah kolonial sampai sekarang ini dengan beberapa kali
mengalami penyempurnaan dan penggantian sesuai dengan perkembangan di bidang
ekonomi dan perdagangan.
Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia
dapat dicatat bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku Reglement Industriele
Eigendom (RIE) yang dimuat dalam Stb. 1912 No. 545 Jo. Stb. 1913 No. 214.
Setelah Indonesia merdeka peraturan ini juga
dinyatakan terus berlaku, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.
Ketentuan itu masih terus berlaku, hingga akhirnya sampai pada akhir tahun 1961
ketentuan tersebut diganti dengan UU No. 21 Tahun 1961 tentang merek perusahaan
dan merek perniagaan yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan dimuat
dalam lembaran negara RI No. 290 dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan
Lembaran Negara RI No. 2341 yang mulai berlaku pada bulan November 1961.
Kedua undang-undang ini (RIE 1912 dan UU Merek 1961)
mempunyai banyak kesamaan. Perbedaarnya hanya terletak pada antara lain masa
berlakunya merek; yaitu sepuluh tahun menurut UU Merek 1961 dan jauh lebih
pendek dari RIE 1912; yaitu 20 tahun. Perbedaan lain, yaitu UU Merek Tahun 1961
mengenal penggolongan barang-barang dalam 35 kelas, penggolongan yang semacam
itu sejalan dengan klasifikasi internasional berdasarkan persetujuan internasional
tentang klasifikasi barang-barang untuk keperluan pendaftaran Merek di Nice
(Perancis) pada lahun 1957 yang diubah di Stockholm pada tahun 1967 dengan
penambahan satu kelas untuk penyesuaian dengan keadaan di Indonesia,
pengklasifikasian yang demikian ini tidak dikenal dalam RIE 1912.
Undang-Undang Merek tahun 1961 ini ternyata mampu bertahan
selama kurang lebih 31 tahun, untuk kemudian undangundang ini dengan berbagai
penimbangan harus dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang No. 19 Tahun 1992
tentang "Merek" yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI. Tahun 1992
No. 81 dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 3490, pada
tanggal 28 Agustus 1992. UU yang disebut terakhir ini berlaku sejak 1 April
1993.
Adapun alasan dicabutnya UU Merek Tahun 1961 itu
adalah karena UU Merek No. 21 Tahun 1961 dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan dan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Memang jika dilihat UU Merek Tahun
1992 ini ternyata memang banyak mengalami perubahan-perubahan yang sangat berani
jika dibanding dengan UU Merek No. 21 Tahun 1961. Antara lain adalah mengenai
sistem pendaftaran, lisensi, merek kolektif, dan sebagainya.93
Dalam konsiderans UUM 1992 itu dapat dilihat lagi
berbagai alasan tentang pencabutan UU Merek Tahun 1961, yaitu;
1.
Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki peranan penting bagi
kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa.
2.
UU Merek Nomor 21 Tahun 1961 dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan.
Alasan lain dapat juga dilihat dalam penjelasan
Undang-Undang Merek Tahun 1992, yang menyatakan :
Pertama, materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 bertolak
dari konsepsi merek yang tumbuh pada masa sekitar Perang Dunia II. Sebagai
akibat perkembangan keadaan dan kebutuhan serta semakin majunya norma dan
tatanan niaga, menjadikan konsepsi merek yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1961 tertinggal jauh. Hal ini semakin terasa pada saat
komunikasi semakin maju dan pola perdagangan antarbangsa sudah tidak lagi
terikat pada batasbatas negara. Keadaan ini menimbulkan saling ketergantungan antara
bangsa baik dalam kebutuhan, kemampuan maupun kemajuan teknologi dan
lain-lainnya yang mendorong pertumbuhan dunia sebagai pasar bagi produk-produk
mereka. Kedua, perkembangan norma dan tatanan niaga itu sendiri telah
menimbulkan persoalan baru yang memerlukan antisipasi yang harus diatur dalam
undang-undang ini.
Apabila dibandingkan dengan Undang-Undang No. 21
Tahun 1961, undang-undang ini menunjukkan perbedaan-perbedaan antara lain:
a.
Lingkup pengaturan dibuat seluas mungkin. Untuk itu, judul dipilih yang
sederhana tetapi luwes. Berbeda dari undang-undang yang lama, yang membatasi
pada merek perusahaan dan merek perniagaan yang dari segi objek hanya mengacu
pada hal yang sama yaitu merek dagang. Sedangkan merek jasa sama sekali tidak
dijangkau. Dengan pemakaian judul merek dalam undangundang ini, maka lingkup
merek mencakup baik untuk merek dagang maupun jasa. Demikian pula aspek nama
dagang yang pada dasarnya juga terwujud sebagai merek, telah pula tertampung di
dalamnya. Lebih dari itu dapat pula ditampung pengertian merek lainnya seperti
merek kolektif. Bahkan dalam perkembangan yang akan datang penggunaan istilah
merek akan dapat pula menampung pengertian lain seperti certification marks,
assosiate marks dan lain-lainnya.
b.
Perubahan dari sistem deklaratif ke sistem konstitutif, karena sistem
konstitutif lebih menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Sistem
deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan hukum bagi mereka yang
menggunakan merek terlebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian hukum juga menimbulkan
persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. Dalam undang-undang ini, penggunaan
sistem konstitutif yang bertujuan menjamin kepastian hukum disertai pula dengan
ketentuanketentuan yang menjamin segi-segi keadilan. Jaminan terhadap aspek
keadilan nampak antara lain, pembentukan cabang-cabang kantor merek di daerah,
pembentukan komisi banding merek, dan memberikan kemungkinan untuk mengajukan
gugatan yang tidak terbatas melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetapi
juga melalui Pengadilan Negeri lainnya akan ditetapkan secara bertahap, serta
tetap dimungkinkannya gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Bahkan
dalam masa pengumuman permintaan pendaftaran merek dimungkinkan pemilik merek
tidak terdaftar yang telah menggunakan sebagai pemakai pertama untuk mengajukan
keberatan.
c.
Agar permintaan pendaftaran merek dapat berlangsung tertib, pemeriksaannya
tidak semata-mata dilakukan berdasarkan kelengkapan persyaratan formal saja,
tetapi juga dilakukan pemeriksaan substantif. Selain itu dalam sistem yang baru
diintroduksi adanya pengumuman permintaan pendaftaran suatu merek. Pengumuman
tersebut bertujuan memberi kesempatan kepada masyarakat yang berkepentingan
dengan permintaan pendaftaran merek mengajukan keberatan. Dengan mekanisme semacam
ini bukan saja problema yang timbul dari sistem deklaratif dapat teratasi,
tetapi juga menumbuhkan keikutsertaan masyarakat. Selanjutnya undang-undang ini
mempertegas pula kemungkinan penghapusan dan pembatalan merek yang telah terdaftar
berdasarkan alasan dan tata cara tertentu.
d.
Sebagai negara yang ikut serta dalam Paris Concention for the Protection of
Industrial Property Tahun 1883, maka undangundang ini mengatur pula
pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas yang diatur dalam konvensi
tersebut.
e.
Undang-undang ini mengatur juga pengalihan hak atas merek berdasarkan lisensi
yang tidak diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 1961.
f.
Undang-undang ini mengatur juga tentang sanksi pidana baik untuk tindak pidana
yang diklasifikasi sebagai kejahatan maupun sebagai pelanggaran.
Secara lebih rinci hal-hal yang baru dalam
Undang-Undang Merek 1992 dapat dilihat sebagai berikut :
1.
Tentang pengertian merek yang sudah disebut secara tegas adalah berbeda dengan
pengertian merek menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 yang dirancang tegas batasannya
dirumuskannya secara tegas.
2.
Disamping itu dalam UU Merek Tahun 1992 diintrodusir tentang sistem pendaftaran
berdasarkan hak prioritas. Sistem ini sama sekali tidak dikenal dalam
Undang-Undang Merek 1961. Hak Prioritas ini diperlukan karena_tentunya bagi
pemilik merek sulit apabila diwajibkan secara simultan mendaftarkan mereknya di
seluruh dunia (Vide pasal 12 dan 13 UU Merek Tahun 1992).
3.
Perbedaan lain adalah dalam UU Merek Tahun 1992 adanya sistem oposisi (opposition
proceeding), sedangkan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 hanya dikenal prosedur
pembatalan merek (canselatin proceeding).
4.
Dalam UU Merek Tahun 1992 diintrodusir tentang lisensi.
5.
Dalam RUU Merek Tahun 1992 kita jumpai pula tentang merek yang dikenal (know),
tidak dikenal (unknown), dan sangat dikenal (well-known), (namun
hal ini kemudian tidak disebut dalam UU Merek 1992, dan penulis).
6.
Dalam UU Merek dikenal merek jasa, merek dagang, dan merek kolektif.
7.
Dan lain-lain.94
Di samping itu ada lain-lain perubahan yang menarik misalnya
cara pemeriksaan dari permohonan pendaftaran merek yang dilakukan secara
intensif substantif, cara melakukan pengumuman terlebih dahulu sebelum diterima
suatu pendaftaran dengan maksud agar supaya khalayak ramai (masyarakat umum)
dapat mengajukan keberatan terhadap si pemohon pendaftaran bersangkutan itu
(Pasal 14, UUM 1992). Penegasan hak-hak perdata pemilik yang terdaftar dan
ketentuan bahwa tidak ada hak atas merek selain daripada yang terdaftar (Pasal
3 UUM). Adanya sanksi pidana yang berat di samping kemungkinan-kemungkinan
menuntut ganti kerugian secara perdata (Pasal 81 UUM 1992 dan seterusnya). Juga
soal sistem lisensi yang diakui secara tegas dan diatur pula pendaftarannya
oleh kantor merek (Pasal 44 UUM 1992) dan seterusnya. Kemudian juga permintaan
pendaftaran merek dengan hak prioritas berdasarkan konvensi internasional
(Pasal 12 UUM 1992).
Perubahan-perubahan yang demikian, sudah barang
tentu akan membawa perubahan yang sangat besar dalam tatanan hukum hak atas kekayaan perindustrian, khususnya hukum
merek yang selama bertahun-tahun menguasai pangsa hukum merek di Indonesia.
Dengan adanya perubahan ini, diharapkan dapat lebih merangsang
investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena Indonesia telah
memiliki kepastian hukum dalam pendaftaran mereknya, di samping adanya ancaman
pidana yang berat dan terbukunya peluang untuk tuntutan ganti rugi secara
perdata.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka diakhirilah
era berlakunya UU Merek Tahun 1961 untuk kemudian memasuki era UU Merek Tahun
1992. Selanjutnya Tahun 1997 UU Merek Tahun 1992 tersebut juqa diperbaharui
lagi dengan UU No. 14 Tahun 1997. Dan pada saat ini tahun 2001 UU No. 19 Tahun
1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 14 Tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak
berlaku. Dan sebagai gantinya kini adalah Undang-Undang Merek No. 15 Tahun
2001.
Adapun alasan diterbitkannya Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 dapat dilihat pada uraian penjelasan umum dari Undang-Undang ini.
Begitu juga mengenai perbedaan undang-undang ini dengan Undang-undang Merek
lama dapat dilihat dalam penjelasan umumnya sebagai berikut;
Salah satu perkembangan yang kuat dan memperoleh
perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun ini dan kecenderungan yang masih
akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus
globalisasi baik bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan
lainnya. Perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan
kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah
menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. Era perdagangan global hanya
dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini
merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang
lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan
perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta
pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan
Undang-Undang Merek yaitu Undang-
Undang
Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31)
selanjutnya disebut Undang-Undang Merek lama, dengan satu Undang-Undang tentang
Merek yang baru.
Beberapa perbedaan yang menonjol dalam undang-undang
ini dibandingkan dengan undang-undang merek lama antara lain menyangkut proses penyelesaian
permohonan. Dalam undang-undang ini pemeriksaan substantive dilakukan setelah
permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara administratif. Semula pemeriksaan
substantif dilakukan serelah selesainya masa pengumuman tentang adanya
permohonan, dengan perubahan ini dimaksudkan agar dapat lebih cepat diketahui
apakah permohonan tersebut disetujui atau ditolak, dan memberi kesempatan
kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan terhadap permohonan yang telah
disetujui untuk didaftar. Sekarang jangka waktu pengumuman dilaksanakan selama
3 bulan, lebih singkat dari jangka waktu pengumuman berdasarkan Undang-Undang
Merek lama. Dengan dipersingkatnya jangka waktu pengumuman, secara keseluruhan
akan dipersingkat pula jangka waktu penyelesaian permohonan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Berkenaan dengan hak prioritas, dalam undang-undang
ini diatur bahwa apabila pemohon tidak melengkapi bukti penerimaan permohonan
yang pertama kali menimbulkan hak prioritas dalam jangka waktu tiga bulan setelah
berakhirnya hak prioritas.Permohonan tersebut diproses seperti permohonan biasa
tanpa menggunakan hak prioritas.
Hal lain adalah berkenaan dengan ditolaknya
permohonan yang merupakan kerugian bagi pemohon. Untuk itu, perlu pengaturan
yang dapat membantu pemohon untuk mengetahui lebih lanjut alasan penolakan,
permohonannya dengan terlebih dahulu memberitahukankepadanya bahwa permohonan
akan ditolak.
Selain perlindungan terhadap merek dagang dan merek
jasa, dalam undang-undang ini diatur juga perlindungan terhadap
indikasigeografis, yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang karena
faktor lingkungan geografis, termasuk faktor alam atau faktor manusia atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu
pada barang yang dihasilkan. Selain itu juga diatur mengenai indikasi asal.
Selanjutnya, mengingat merek merupakan bagian dan
kegiatan perekonomian/dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan
peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan sengketa merek
dapat diselesaikan dalam waktuyang relatif cepat. Sejalan dengan itu, harus
pula diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa merek
seperti juga bidang hak kekayaan intelektual lainnya. Adanya peradilan khusus untuk
masalah merek dan bidang-bidang hak kekayaan intelektual lain, juga dikenal di
beberapa negara lain, seperti Thailand. Dalam undang-undang inipun pemilik
merek diberi upaya perlindungan hukum lain, yaitu dalam wujud penetapan
sementara pengadilan untuk melindungi mereknya guna mencegah kerugian yang
lebih besar. Di samping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam
penyelesaian sengketa, dalam undang-undang ini dimuat ketentuan tentang
arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Dengan undang-undang ini
terciptalah pengaturan merekdalam satu naskah (single text) sehingga
lebih memudahkan masyarakat menggunakannya. Dalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam
undang-undang merek lama, yang substantifnya tidak diubah, dituangkan kembali
dalam undang-undang ini.
3.
Sistem Pendaftaran Hak Merek
Membahas tentang sistem pendaftaran Hak Merek, perlu
dipahami terlebih dahulu pengertian tentang sistem. Menurut Sunaryati Hartono,
sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang
selalu pengaruh mempengaruhi terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa
azas.
Selanjutnya
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi batasan mengenai sistem yaitu; perangkat
unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.97
Sementara
menurut Satjipto Rahardjo, Sistem mempunyai 2 (dua) pengertian :
1)
Pengertian sistem sebagai jenis satuan yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan
tertentu disini menunjukkan kepada struktur yang tersusun dari bagian-bagian.
2)
Sistem sebagai suatu rencana, metode, atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu.
Dari
pengertian sistem tersebut, maka sistem pendaftaran hak merek di Indonesia
adalah sistem dalam pengertian prosedur, yaitu prosedur untuk mendapatkan hak
atas merek. Sebelum menuju pembahasan kearah itu, maka sebelumnya perlu
dipahami terlebih dahulu tentang apa itu hak merek berdasarkan Undang-Undang
Merk.
Hak Merek adalah hak eksklusif yang diberikan negara
kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu
tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau member izin kepada sesorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan
(Pasal 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001).
Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa hak merek
diperoleh melalui prosedur pendaftaran. Jadi disini ditekankan bahwa hak atas merek
tercipta karena pendaftaran dan bukan karena pemakaian pertama.
Ada dua sistem yang dianut dalam pendaftaran merek
yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitutif. Undang-Undang Merek No. 15 Tahun
2001 dalam pendaftarannya menganut sistem konstitutif, sama dengan
Undang-Undang Merek sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 dan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1997.
Hal ini adalah perubahan yang mendasar dalam
Undang-Undang Merek Indonesia, yang semula menganut sistem pendaftaran deklaratif
(Undang-Undang No. 21 Tahun 1961).
Dalam sistem deklaratif menentukan bahwa si pemakai pertama
yang berhak atas merek. Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas
pemakaian pertama. Siapa yang memakai pertama sesuatu merek dialah yang
dianggap yang berhak menurut hukum atas
merek
bersangkutan.
Berbeda dengan sistem deklaratif, pada sistem
konstitutif, yang mendaftarkan pertamalah yang berhak atas merek dan pihak dialah
yang secara eksklusif dapat memakai merek tersebut. Artinya, hak ekslusif atas
sesuatu merek diberikan karena adanya pendaftaran(required by registration).
M. Yahya Harahap dalam bukunya Tinjauan Merek Secara
Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1992,
menguraikan lebih lanjut keunggulan sistem konstitutif, yaitu;
Lain hal sistem konstitutif. Tidak menimbulkan
kericuhan untuk menentukan siapa pemegang hak yang paling utama apabila timbul
sengketa. Lebih mudah mencari penyelesaian. Ketentuan “wajib daftar” yang
dibarengi dengan prinsip "pendaftar pertama" (the first to the
file) dan doktrin "yang utama pendaftar pertama" (prior
Infilling) atau "prior in tempore, mellor in jure", sangat
potensial mengkondisikan :
1.
Kepastian hukum untuk menentukan siapa sebenarnya pemilik merek yang paling
utama untuk dilindungi. Cukup dilihat siapa yang lebih dulu memperoleh "lining
date" atau terdaftar dalam DUM.
2.
Kepastisn hukum pembuktian karena hanya didasarkan pada fakta pendaftaran.
Pendaftaran satu-satunya alat bukti utama, dan alat bukti yang seperti itu
bersifat otentikkarena dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu diyakini KM
Pembuktian terhindar dari pemalsuan dan kelicikan.
3.
Dengan demikian, untuk mewujudkan dugaan hukum siapa pemilik merek yang paling
berhak, tidak menimbulkan kontroversi antara pemakai pertama dengan pendaftar pertama,
karena dugaan hukum hanya berdiri di atas fakta pendaftar pertama.
4.
Oleh karena landasan menentukan siapa pemegang merek yang paling utama hanya
didasarkan atas prinsip pendaftar pertama, dan pembuktian didasarkan pada
dokumen yang bersifat otentik, maka untuk menarik dugaan hukum, jauh lebih
sederhana dibanding dengan sistem deklaratif. Hal ini berdampak positif atas
penyelesaian sengketa, yakni penyelesaian jauh lebih sederhana, cepat, dan
biaya ringan.
Dari uraian pendapat diatas, sangat jelas secara
teoritis dan praktis adanya beberapa keunggulan yang ada pada sistem
konstitutif, yang menginginkan langkah simplikasi nasionalisasi, dan
aktualisasi sesuai dengan perkembangan perdagangan bebas. Intinya dari
pemaparan pada sub bab ini bahwa hak merek tidak ada tanpa pendaftaran. Inilah
lebih banyak membawa kepastian. Jika seseorang dapat membuktikan ia telah
mendaftarakan sesuatu merek dan mengenai hal ini dia diberikan suatu sertifikat
merek yang merupakan bukti daripada hak milikny atas sesuatu merek (Pasal 27 Undang-Undang
Merek 2001). Dengan begitu orang lain tidak dapat mempergunakannya dan orang
lain tida berhak untuk memakai merek yang sama untuk barang-barang yang sejenis
pula. Jadi sistem konstitutif ini memberikan lebih banyak kepastian.
Untuk mendapatkan hak merek harus diajukan
permohonan pendaftaran atas merek tersebut. Permohonan pendaftaran merek diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan
mencantumkan :
a.
tanggal, bulan, dan tahun;
b.
nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;
c.
nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa;
d.
warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan
unsur-unsur warna;
e.
nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan
diajukan dengan hak prioritas. (Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Merek 2001).
Permohonan sebagaimana dimaksud di atas ditangani
pemohon atau kuasanya, dan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya. Pemohon
dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan
hukum. Namun dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari satu pemohon yang
secara bersama-sama berhak atas merek tersebut, semua nama pemohon dicantumkan dengan
memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka. Permohonan tersebut
ditandatangani oleh salah satu dari pemohon yang berhak atas merek tersebut
dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para pemohon yang mewakilkan.
Apabila permohonan sebagaimana dimaksud diajukan melalui kuasanya (Konsultan
Hak Kekayaan Intelektual), surat kuasa untuk itu ditandatangani
oleh
semua pihak yang berhak atas merek tersebut.
Apabila permohonan pendaftaran merek tersebut telah memenuhi
syarat atau tidak adanya keberatan dari pihak lain, maka kepada pemohon akan
diberikan sertifikat merek sebagai bukti kepemilikan, hak atas merek tersebut. Sertifikat
merek diberikan kepada orang atau badan hukum yang mengajukan permohonan pendaftaran
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak merek didaftar di dalam Daftar
Umum Merek (DUM), sertifikat merek juga memuat jangka waktu berlakunya merek,
menurut ketentuan Pasal 28 adalah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan
dan dapat diperpanjang. Perpanjangan tersebutdilakukan 12 (duabelas) bulan
sebelum berakhirnya jangka waktu merek tersebut, diperpanjang untuk jangka
waktu yang sama yaitu 10 (sepuluh) tahun (Pasal 35).
Sertifikat merek merek sebagaimana dimaksud
merupakan alat bukti resmi bahwa pemilik merek teleh memakai merek yang bersangkutan
pada tanggal pendaftaran. Kegunaan sertifikat merek sebagai bukti resmi adalah
untuk membuktikan dalam suatu perkara tentang merek bahwa merek tersebut telah
dipakai, maka pemilik merek dapat memberikan bukti resmi yang berupa surat
pendaftaran tersebut.
Sehubungan dengan permohonan pendaftaran merek,
tidak semua permohonan pendaftaran merek dikabulkan oleh Direktorat Hak
Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut Direktorat Jenderal) karena permohonan
pendaftaran merek dapat menghadapi tiga kemungkinan, yaitu:
a.
tidak dapat didaftarkan;
b.
harus ditolak pendaftarannya:
c.
diterima/didaftar.
Dalam bahasa sehari-hari kata "tidak dapat
didaftarkan" dan "harus ditolak pendaftarannya" tentu tidak memiliki
perbedaan yang berarti karena semua berakibat tidak diterimanya permohonan pendaftaran
merek atau tidak didaftarkannya merek tersebut sehingga apabila pihak yang
mendaftar merek mengalami salah satu di antara
kedua
hal tersebut, mungkin sama "menyakitkannya". Namun, kalau dicermati
kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada latar
belakang yang dipertimbangkan oleh Direktorat untuk tidak menerima permohonan
tersebut.
Secara umum, merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan
yang diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik. Pemohon yang beriktikad
baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada
niat apa pun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak
lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau
menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Contohnya,
merek dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun,
ditiru sedemikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan merek dagang A tersebut. Dalam contoh itu sudah terjadi iktikad tidak
baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur kesengajaannya
dalam meniru merek dagang yang sudah dikenal tersebut.
Prinsip perlindungan hukum terhadap pemilik merek
diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001, yang menyatakan;
merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon
yang beritikad tidak baik. Prinsip itikad baik dianut oleh Undang-Undang Merek
Indonesia. Prinsip itikad baik ini dikenal dengan prinsip “parate non mutat
dominium” dimana hanya pemilik merek yang beritikad baik saja yang layak
memperoleh perlindungan hukum.
Di samping karena diajukan oleh pemohon yang
beriktikad tidak baik, merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung
salah satu unsur di bawah ini, yaitu:
a.
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama,
kesusilaan, atau ketertiban umum;
b.
tidak memiliki daya pembeda;
c.
telah menjadi milik umum; atau
d.
merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya. Masing-masing unsur di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.
Termasuk dalam pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau
ketertiban umum adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung
perasaan,kesopanan, ketenteraman, atau keagamaan dari khalayak umum atau dari
golongan masyarakat tertentu. Sebagai contoh, merek suatu barang yang haram
untuk agama tertentu justru diberi tanda yang berupa simbol-simbol yang
dihargai dalam agama tersebut.
b.
Tanda dianggap tidak memiliki daya
pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau
satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas. Sebagai contoh, sebuah
merek tersebut terdiri atas angka-angka yang tidak beraturan dalam satu bidang
tertentu yang di dalamnya terdapat angka satu sampai seratus. Merek tersebut tidak
dapat dibedakan dengan merek lain yang juga menggunakan angka satu sampai seratus
walaupun tidak memiliki persamaan penempatan angkaangka tersebut.
c.
Tanda yang telah menjadi milik umum. Salah satu contoh merek seperti ini adalah
tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang secara umum telah
diketahui sebagai tanda bahaya. Tanda seperti itu adalah tanda yang bersifat umum
dan telah menjadi milik umum. Oleh karena itu, tanda itu tidak dapat digunakan
sebagai merek.
d.
Tanda yang hanya merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa
yang dimohonkan pendaftarannya. Maksudnya, merek tersebut berkaitan atau hanya
menyebutkan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, contohnya merek
kopi atau gambar kopi untuk jenis barang kopi atau produk kopi.
Selain merek tidak dapat didaftarkan, dalam hal
tertentu juga merek harus ditolak. Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal
apabila terdapat hal-hal sebagai berikut.
a.
Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik
pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang
sejenis.
b.
Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang
sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis.
c.
Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
indikasi-geografis yang sudah dikenal.
Di samping itu, permohonan juga harus ditolak oleh
DirektoratJenderal apabila terdapat hal-hal berikut;
a.
Merek merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan
hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari, yang
berhak.
b.
Merek merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera,
lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional,
kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
c.
Merek merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang
digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan
tertulis dari pihak yang berwenang.