BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang Masalah
Perjalanan Bank syariah di Indonesia dimulai dengan didirikannya
Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dengan dasar UU No. 7 tahun 1992,
walaupun pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil hanya sepintas
diuraikan. Sistem bank syariah baru mulai dilirik sejak terjadinya krisis
ekonomi pada tahun 1998. Ketika itu, Bank Indonesia melakukan uji kelayakan terhadap
semua bank nasional, dan BMI yang baru berumur beberapa tahun dan sebagai
satu-satunya bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah menempati
peringkat ke 43 dari 208 bank yang ada. Sejak itulah banyak bank konvensional
mulai jatuh hati dengan bank syariah dan mulai memberikan dan menyelenggarakan
pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi stafnya. Sebagian bank tersebut
ingin menjajaki untuk baik dengan mengkonversi bank konvensionalnya dengan
menjadi bank syariah sepenuhnya maupun hanya dengan membuka divisi atau cabang
syariah.
Prospek perbankan syariah terlihat cerah. Di tahun 2010 pertumbuhan
aset perbankan syariah global mencapai 8,9 persen dengan total aset sebesar 900
miliar dolar AS. Dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama islam,
seharusnya, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia dapat lebih meningkat
dan tumbuh secara signifikan. Tentu saja masih banyak yang harus disiapkan oleh
semua pihak yang terlibat, instrumen penting dalam perkembangan perbankan
syariah antara lain pemenuhan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia,
peningkatan inovasi produk dan layanan kompetitif serta berbasis kekhususan
untuk kebutuhan masyarakat dan keberlangsungan program sosialisasi serta
edukasi kepada masyarakat. Jika ketiga unsur itu dapat dipenuhi dan didukung
dengan sarana infrastruktur yang memadai untuk mempromosikan program syariah
serta peningkatan instrumen syariah yang terkait, harapannya adalah terwujudnya
iklim dan situasi yang ideal bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
1.2
Rumusan masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “perbankan syariah”.
Berkaitan dengan judul tersebut, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :
Sesuai dengan judul makalah ini “perbankan syariah”.
Berkaitan dengan judul tersebut, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Apakah
pengertian Bank Syariah itu?
2. Bagaimana dasar
pemikiran terbentuknya bank syariah?
3.
Apa sajakah pengaturan dan dasar hukum perbankan syariah?
4.
Apa saja ciri dan karakter bank syariah?
5.
Bagaimana jenis dan kegiatan usaha bank syariah?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian Bank Syariah itu?
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian Bank Syariah itu?
2. Untuk mengetahui dasar pemikiran terbentuknya bank syariah?
3.
Untuk mengetahui pengaturan dan dasar hukum perbankan syariah?
4.
Untuk mengetahui ciri dan karakter bank syariah?
5.
Untuk mengetahui jenis dan kegiatan usaha bank syariah?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Bank Syariah
Kata Hukum (al-hukm) secara bahasa bermakna
menetapkan atau memutuskan sesuatu, sedangkan pengertian hukum secara
terminologi berarti menetapkan hukum terhadap segala sesuatu yang berkaitan
dengan perbuatan manusia. Dalam perihal ini berarti penetapan hukum yang
berkaitan dengan Perbankan.
Kata Bank berasal dari kata banque dalam
bahasa Prancis, dan dari banco dari bahasa Itali, yang berarti peti/lemari atau
bangku. Kata peti atau lemari sebagai isyarat fungsi untuk tempat penyimpanan
benda-benda berharga, seperti peti uang, peti emas atau yang lainya.
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak
istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank
Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba
(Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas
kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam
mempergunakan istilah resmi “Bank Syari’ah”, atau yang secara lengkap disebut
“Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah”.
Menurut Ensiklopedi Islam, Bank Islam atau bank
syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasianya
sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 pengertian
Bank adalah berupa badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkanya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banayak
(Pasal 1 Angka 2). Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 1 angka 1).
Pengertian Hukum Perbankan Syari’ah adalah
segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank yang memenuhi Prinsip-Prinsip
Syari’ah dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan.
Secara Umum Bank adalah lembaga yang memiliki
tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan
jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang
dilakukan sesuai dengan akad syari’ah telah dilakukan sejak zaman Rasululllah
SAW. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk
keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang
telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW.
Seorang sahabat Rasulullah SAW, Zubair bin
Awwam r.a memilih tidak menerima titipan harta, ia lebih suka menerimanya dalam
bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda yaitu
pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman ia mempunyai hak untuk
memanfaatkan, kedua karena bentuknya pinjaman maka ia wajib mengembalikan
secara utuh. Dalam riwayat Ibnu Abbas. r.a juga pernah melakukan pengiriman
uang ke Kufah dan Abdullah bin Zubair r.a melakukan pengiriman uang dari Makkah
ke adiknya Mis’ab bin Zubair yang tinggal di Irak. Pada masa sekarang perihal
ini biasa kita sebut dengan Transfer.
Penggunaan cek juga telah dikenal luas seiring dengan meningkatnya
lalu lintas perdagangan antara negeri Syam dan negeri Yaman, yang paling tidak
berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab r.a menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak.
Dengan menggunakan cek ini, mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika
itu di impor dari Mesir. Disamping itu pemberian modal kerja seperti
mudharabah, muzara’ah dan musawah juga telah dikenal sejak awal diantara kaum
muhajirin dan anshor.
Beberapa Istilah Perbankan modern bahkan
berasal dari khazanah ilmu fiqh, seperti istilah kredit (Inggris : credit,
Romawi : credo) yang diambil dari istilah qord. Credit dalam bahasa Inggris
berarti meminjamkan uang, credo berarti kepercayaan sedangkan qord dalam fiqh
beraarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu juga dengan istilah
cek (Inggris : check, Prancis : cheque) yang diambil dari istilah Suq, Suq
dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek adalah alat pembayaran yang
biasanya digunakan di pasar.
Gagasan awal diadakanya bank islam adalah
untuk menghindari riba, pada masa Rasulullah, yang membawa risalah Islam bagi
umat manusia, telah memberikan rambu-rambu tentang bentuk-bentuk perdagangan
mana yang dapat dikembangkan pada masa berikutnya. Serta bentuk-bentuk usaha
mana yang yang dilarang karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Salah satu
larangan itu adalah usaha yang mengandung riba, dimana ayat tentang larangan
riba ini diperkirakan turun menjelang Rasulullah wafat pada usia sekitar 60
tahun. Sehingga beliau tidak sempat menjelaskan secara rinci tentang riba ini.
Dalam hubungan inilah peranan ijtihad para cendekiawan muslim sangat diharapkan
untuk menggali konsepsi dasar tentang sistem perbankan modern yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Dengan demikian jelas, bahwa meskipun pada
zaman Rasulullah secara formal belum ada lembaga perbankan, namun dari
realitas amalan para sahabat pada saat itu menggambarkan fungsi lembaga
Perbankan. Bahkan akad-akad yang dilakukan oleh para sahabat pada saat itu,
seperti fungsi penitipan, memberikan pinjaman, pengiriman uang, melakukan
pembiayaan modal kerja, dan lain-lainyang menjadi prinsip-prinsip utama dalam
mengembangkan Perbankan Syari’ah. Di zaman Rasulullah SAW fungsi-fungsi
tersebut dilakukan oleh perorangan dan biasanya satu orang hanya melakukan satu
fungsi.
2.2 Dasar Pemikiran Terbentuknya Bank
Syariah
Dasar pemikiran
terbentuknya Bank Syariah bersumber dari adanya larangan riba dalam Al-qur’an,
firman Allah dalam surat Al-Baqara ayat: 275 “Orang-orang yang memakan riba itu
tidak akan berdiri tegak, melainkan sebagaimana berdirinya orang-orang yang
dirasuk setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya. Kerena yang demikian
itu karena mereka mengatakan : perdagangan sama dengan riba dan mengharamkan
riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan perdangangan dan mengharamkan riba.
Oleh karena itu barang siapa yang telah sampai kepadanya peringatan dari
tuhannya, lalu ia berhanti (dari memakan riba) maka baginyalah apa yang telah
lalu dan mengulanginya lagi mereka kekal didalamnya”. Selain berdasarkan pada ketentuan Al-qur’an dan
Al-hadist berdirinya Bank Syariah juga didasari oleh kenyataan-kenyatan sebagai
berikut :
1.Praktek-praktek
sistem bunga dan akibatnya. Penerapan sistem membawa akibat-akibat negatif sebagai
berikut :
a.
Masyarakat sebagi nasabah menghadapi suatu ketidak pastian bahwa hasil usaha
dari kredit yang diambilnya tidak dapat diramalkan secara pasti. Sementara itu
dia tetap wajib membayar presentase berupa pengambilan sejumlah uang tertentu
yang tetap berada diasal jumlah pokok keuangan.
b.
Penerapan sistem bunga mengakibatkan eksploitasi (pemerasan) oleh orang kaya
terhadap orang miskin. Uang atau modal besar yang dikuasai oleh orang kaya
tidak disalurkan dalam usaha-usaha yang produktif, tetapi modal besar itu
justru untuk kredit berbunga yang tidak produktif.
2.
Sistem perbankan yang ada sekarang memiliki kecenderungan terjadinya kosentrasi
kekuatan ditangan kelompok elite, para bankir dan pemilik modal alokasi
kekayaan yang tidak seimbang biasa menimbulkan kecemburuan sosial.
3.
Sistem perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan laju inflasi semakin tinggi
karena ada kecenderungan bank-bank untuk memberikan kredit secara berlebihan
4.
Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil dalam
membantu memerangi kemiskinan dan meratakan pendapatan baik ditingkat nasional
maupun diinternasional.
2.3 Pengaturan dan Dasar Hukum Perbankan
Syariah
Perbankan yang ada di
awal-awal kemerdekaan sampai dengan adanya deregulasi perbankan pada tahun 1988
merupakan bank yang secara keseluruhan mendasarkan pengelolahannya pada prinsip
bunga. Banyaknya tuntutan masyarakat
yang menghendaki suatu lembaga keuangan yang bebas dari bunga (riba), maka
dibutuhkan rangkaian upaya secara yuridis dan kelembagaan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat tersebut.[1]
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, peraturan pelaksanaan mengenai Bank
Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil atau Bank Berdasarkan Prinsip Syariah atau
Perbankan Syariah diatur atau ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah. Ketentuan ini menjadi
landasan hukum bagi pendirian Bank
berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pengaturan
mengenai Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil lebih lanjut dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil.
Amandemen Undang-Undang Nomor
7 tahun 1992 melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang antara lain isinya
memberikan kewenangan penuh pengaturan Perbankan kepada Bank Indonesia
(sebelumnya kewenangan berada pada Menteri Keuangan). Peraturan pelaksanaan
yang mengatur perbankan yang semula berupa peraturan pemerintah diganti dengan
Peraturan Bank Indonesia (PBI), yang sebelumnya disebut Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia (SKBI).[2]
Setelah mengalami banyak
perubahan akhirnya ditentukan pengaturan perbankan syariah sebagaimana termuat
dalam dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tidak berbeda dengan sistematika
pengaturan perbankan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor10 Tahun 1998. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 terdapat beberapa pengaturan baru, yaitu mengenai tata kelola ,
prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko, penyelesaian sengketa; Komite
Perbankan Syariah; self liquidation, serta perluasan kewenangan pengawasan Bank
Indonesia.
RANGKUMAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008
Rangkuman
:
- Dengan telah diberlakukannya UU tentang Perbankan Syariah, maka terdapat 2 (dua) UU yang mengatur perbankan di Indonesia, yaitu UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dalam definisi Prinsip Syariah
terdapat dua hal penting yaitu: (1) prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam,
dan (2) penetapan pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang menjadi
dasar prinsip syariah.
- Fungsi dari perbankan syariah, selain melakukan fungsi penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat, juga melakukan fungsi sosial yaitu:(1) dalam bentuk lembaga baitul maal yang menerima dana zakat, infak, sedekah, hibah dan lainnya untuk disalurkan ke organisasi pengelola zakat, dan (2) dalam bentuk lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang yang menerima wakaf uangdan menyalurkannya ke pengelola (nazhir) yang ditunjuk (Pasal 4).
- Pihak - pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah atau UUS dari Bank Indonesia.
- Selain mendirikan Bank Syariah atau UUS baru, pihak-pihak yang ingin melakukan kegiatan usaha perbankan syariah dapat melakukan pengubahan(konversi) bank konvensional menjadi Bank syariah. Pengubahan dari Bank Syariah menjadi bank konvensional merupakan hal yang dilarang dalam UU ini (Pasal 5).
- Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI) dan/atau badan hukum Indonesia, WNI dan/atau badanhukum Indonesia dengan warga negara asing (WNA) dan/atau badan hukum asing secara kemitraan, atau Pemerintah daerah. Sedangkan BPRS hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh WNI dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI, pemerintah daerah, atau gabungan dua pihak atau lebih dari WNI, badan hukum Indonesia dan pemerintah daerah (Pasal 9).
- UU Perbankan Syariah hanya mengenal bentuk badan hukum Perseroan Terbatas (Pasal 7).Setiap upaya penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BankSyariah wajib mendapat izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Hasilpenggabungan dan peleburan antara Bank Syariah dengan bank lainnyadiwajibkan untuk menjadi Bank Syariah (Pasal 17)
- Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan antara kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
- Secara umum bank syariah dan UUS dilarang untuk melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah, melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di lantai bursa serta kegiatan perasuransian kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah (Pasal 24 dan Pasal 25). Bagi BPRS, selain larangan tersebut, juga dilarang untuk membuka produk simpanan giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta kegiatan valuta asing kecuali penukaran valuta asing (Pasal 25).
- UU Perbankan Syariah juga mewajibkan dibentuknya Dewan Pengawas Syariah di setiap Bank Syariah dan Bank Umum konvensional yang memiliki UUS, dengan tugas antara lain memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah (pasal 32). Dewan Pengawas Syariah tersebut diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
- Pengaturan mengenai rahasia bank pada umumnya sama dengan UU Perbankan konvensional, yang wajib dirahasiakan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenainasabah penyimpan dan simpanannya, serta kewajiban tersebut berlaku bagi bank dan pihak terafiliasi.
- Beberapa pengaturan mengenai rahasia bank dalam UU Perbankan Syariah yang berbeda dengan UU Perbankan konvensional, antara lain:
- Tidak diaturnya pengecualian rahasia bank untuk kepentingan piutang yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN, seperti halnya yang diatur dalam UU Perbankan konvensional. Dengan demikian pengecualian rahasia bank yang dapat dimintakan izinnya ke BI terbatas hanya untuk kepentingan perpajakan, dan kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Di samping itu terdapat pengecualian lainnya yang tidak memerlukan izin dari BI, yaitu dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, dan atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, serta bagi ahli waris yang sah dalam hal nasabah telah meninggal dunia.
- Pengaturan mengenai penyidik diperluas, tidak hanya terbatas pada jaksa atau polisi, tetapi berlaku juga bagi penyidik lain yang diberi wewenang berdasarkan UU (Pasal 43). Dengan demikian para penyidik di luar polisi atau jaksa dapat meminta keterangan mengenai rahasia bank, namun permintaan tersebut tetap diajukan oleh pimpinan instansi/departemen atau setingkat menteri.
- Penyelesaian
sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama atau di luar Peradilan Agama apabila dalam akad telah
diperjanjikan sebelumnya sepanjang tidak bertentangan denganPrinsip
Syariah (Pasal 55).
- Dalam Aturan Peralihan telah diaturmengenai batasan UUS beralih menjadi Bank Umum Syariah,mengingat UUS hanya bersifat sementara, yaitu :
- Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluhpersen) dari total nilai aset bank induknya, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah; atau
- 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Perbankan Syariah, maka Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS wajib melakukan pemisahan UUS yang dimilikinya menjadi Bank Umum Syariah.
Sebagi
tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
kemudian Bank Indonesia mengeluarkan berbagai regulasi yang baru sebagai
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008. Disamping itu, terhadap regulasi Bank
Indonesia yang sudah ada, Bank Indonesia juga melakukan penyempurnaan terhadap
pengaturan perbankan syariah yang ada, baik hal itu karena penyesuian dengan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, terkait harmonisasi dengan ketentuan
lainnya, maupun dalam rangka mendukung perkembangan perbankan syariah yang
sehat dan tangguh. Adapun peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tersebut antara lain :
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan
Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah;
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/9/PBI/2011;
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/32/PBI/2008 tentang Komite Perbankan Syariah;
5. Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah;
6. Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah;
7. Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank
Syariah;
8. Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah;
9. Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/31/PBI/2009 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah;
10. Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah;
11. Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/5PBI/2011tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah;
12. Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah Dalam Status Pengawasan Khusus;
13. Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/13/PBI/2011 tentang Penialaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah;
14. Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/14/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitan Aktiva Bagi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
Dengan telah diberlakuannya Undang-Undang Perbankan Syariah
yang merupakan landasan hukum bagi kegiatan usaha perbankan syariah di
Indonesia, maka diharapkan dapat mendorong perkembangan perbankan syariah,
khususnya dalam peningkatan pelayanan perbankan, baik dari sisi jemlah bank
maupun jaringan pelayanan, sehingga peranan perbankan syariah sebagi salah satu
pilihan disamping perbankan konvensional, dapat meningkat dengan pangsa yang
cukup signifikan disbanding perbankan konvensional.
Dengan tersusunnya peraturan
pelaksanaan dalam peraturan Bank Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 beserta peraturan pelaksanaannya, yang didukung dengan komitmen oleh
para pemangku kepentingan, maka diharapkan akan dapat mendorong industri
perbankan syariah berkembang secara cepat, sehat, dan amanah.
2.4 Ciri dan Karakter Bank Syariah
Direktorat Perbankan Syariah BI menguraikan ada tujuh
karakteristik utama yang menjadi prinsip Sistem Perbankan Syariah di Indonesia
yang menjadi landasan pertimbangan bagi calon nasabah dan landasan kepercayaan
bagi nasabah yang telah loyal. Tujuh karakteristik ini diterbitkan dan
diedarkan berupa sebuah booklet Bank Syariah Untuk Kita Semua.[3] Ketujuh
karakteristik ini adalah :
1. Universal. Memandang bahwa Bank Syariah berlaku untuk
setiap orang tanpa memandang perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan
agama.
2. Adil. Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak
serta memperlakukan sesuatu sesuai dengan posisinya dan melaran adanya
unsur maysir (unsur spekulasi atau untung-untungan),gharar (ketidakjelasan),
haram, riba,
3. Transparan. Dalam kegiatannya bank syariah sangat
terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.
4. Seimbang. Mengembangkan sektor keuangan melalui
akitfitas perbankan syariah yang mencangkup pengembangan sektor riil dan UMKM
(Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)
5. Maslahat. Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh
aspek kehidupan
6. Variatif. Produk bervariasi mulai dari tabungan haji
dan umrah, tabungan umum, giro, deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil,
jual-beli dan sewa, sampai kepada produk jasa kustodian, jasa transfer, dan
jasa pembayaran (debet card, syariah charge).
7. Fasilitas. Penerimaan dan penyaluran zakat, infak,
sedekah, wakaf, dana kebajikan (qard),memiliki fasilitas ATM, mobile
banking, internet banking dan interkoneksi antarbank
syariah.
Melihat ketujuh karakteristik
ini, kita bisa memahami bahwa Perbankan Syariah sudah memiliki landasan awal
yang kokoh sebagai implementasi dari Falsafah Ekonomi Syariah. Apa itu falsafah
Ekonomi Syariah? Dimana Ekonomi Syariah memliki Tujuan, Pilar dan Pondasi.
Dimana tujuannya adalah Falah.
Al-Falah yaitu kesuksesan yang
hakiki berupa tercapainya kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Dimana tidak
ada lagi jarak antara kelompok masyarakat kurang mampu dan masyarakat menengah
keatas. Dengan begitu, berarti minimal kebutuhan dasar setiap manusia akan
terpenuhi dan manusia saling memuliakan manusia lainnya. Berlomba-lomba untuk
meraih kemuliaan yang abadi.
Kemudian, pilarnya adalah Keadilan, Kesinambungan, dan
Kemaslahatan.
·
Aktifitas ekonomi
yang berkeadilan dengan menghindari eksploitasi berlebihan, spekulatif, dan
kesewenang-wenangan
·
Adanya keseimbangan
aktivitas di sektor riil-finansial, pengelolaan risk-return,
aktivitas bisnis-sosial, aspek spiritual material, dan azas manfaat-kelestarian
lingkungan.
·
Orientasi pada
kemaslahan yang berarti melindungi keselamatan kehidupan beragama, proses
regenerasi, serta perlindungan keselamatan jiwa, harta dan akal.
Yang paling utama, Fondasi.
Fondasi Ekonomi Syariah, bangunan
kokoh yang mesti dibangun atas kelayakan pondasi dan kualitas tinggi
bahan-bahan pondasinya. Ada empat hal yang mutlak. Ukhuwah, Syariah, Akhlak,
Aqidah.
·
Ukhuwah. Dimana
hubungan transaksi ekonomi yang meletakkan tata hubungan bisnis dalam konteks
kebersamaan universal untuk mencapai kesuksesan bersama.
·
Syariah.
Kaidah-kaidah hukum muamalat di bidang ekonomi yang membimbing aktivitas
ekonomi sehingga sesuai dengan syariah.
·
Akhlaq. Membimbing
aktivitas ekonomi kita senantiasa mengedepankan kebaikan sebagai cara mencapai
tujuan.
·
Aqidah. Taqwa kepada
Allah, menimbulkan kesadaran bahwa setiap akitivitas manusia memiliki
pertanggungjawaban kepada-Nya sehingga menimbulkan kesadaran bahwa setiap
aktivitas manusia akan dimintai pertanggungjawaban. Dari kesadaran ini kemudian
tumbuh integritas yang sejalan dengan prinsip Tata Kelola Usaha yang baik dan
benar (Good Corporate GovernanceI yang sesuai dengan tuntutan syariah.
Sejenak meluangkan waktu untuk
mengenal idealisme Bank Syariah. Bagi kita yang selama ini melirik Bank Syariah
dari sisi praktikalnya, tanpa mengetahui setidaknya sedikit saja idealisme para
pejuang ekonomi syariah. Atau yang sudah mengetahui, tapi memiliki pandangan
tersendiri. Tak apalah. Asal tetap satu tujuan, mengembangkan Ekonomi Islam dengan
falsafah diatas. Falsafah yang dianalogikan pada sebuah bangunan kokoh untuk
satu tujuan. Falah.
2.5
Jenis dan kegiatan Usaha Bank Syariah
Bank syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat syariah.1 Perbedaan pokok antara keduanya adalah
jika Bank Pembiayaan Rakyat syariah adalah Bank syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran,sedangkan Bank Umum Syariah
adalah bank Syariah yang dalam kegiatan usahanya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Untuk penjelasan secara lengkap mengenai jenis dan kegiatan
usaha bank syariah adalah sebagai
berikut 2 :
1. Kegiatan
Usaha Bank Umum Syariah
Di
atur dalam pasal 19 UU Perbankan syariah, yaitu :
a. Menghimpun
dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah.
b. Menghimpun
dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudarobah.
c. Menyalurkan
pembiayaan bagi hasil berdasarkan akada mudarobah dan akad musyarokah.
d. Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad murobahah, akad salam, akad istisna
e. Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad qardh
f. Menyalurkan
pembiayaan penyewaaan barang bergerak atau tidak bergerak berdasarkan akad
ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah yaitu penyediaan dana dalam rangka
memidahkan hak guna
g. Melakukan
pengambil alihan utang berdasarkan akad hawalah yaitu pengalihan utang dari
pihak yang berutang kepada pihak yang lain yang wajib menanggung atau membayar
h. Melakukan
usaha kartu debit atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
i.
Menjual, membeli,
menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas
dasar transaksi nyata
j.
Membeli surat berharga
yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank indonesia
k. Menerima
pembayaran dari tagihan atas surat berharga
l.
Melakukan penitipan
untuk kepentingan pihak lain
m. Menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
n. Memindahkan
uang untuk kepentingan sendiri dan nasabah
o. Melakukan
fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah
p. Memberikan
fasilitas bank garansi
q. Melakukan
kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial
a.
Menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b.
Memberikan kredit;
c.
Menerbitkan surat pengakuan hutang;
d.
Membeli, menjual atau menjamin atas risiko
sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: Surat-surat
wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak
lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; Surat
pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masaberlakunya tidak lebih lama
daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; Kertas
perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; Sertifikat Bank Indonesia
(SBI); Obligasi; Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1(satu) tahun; 100
BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT Instrumen surat berharga lain yang berjangka
waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
e.
Memindahkan uang baik untuk kepentingan
sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
f.
Menempatkan dana pada, meminjam dana dari,
atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
g.
Menerima pembayaran dari tagihan atas
surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
h.
Menyediakan tempat untuk menyimpan barang
dan surat berharga;
i.
Melakukan kegiatan penitipan untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
j.
Melakukan penempatan dana dari nasabah
kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa
efek;
k.
Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha
kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
l.
Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan
kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh BI;
m.
Melakukan kegiatan lain yang lazim
dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang tentang
Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
n.
Melakukan kegiatan dalam valuta asing
dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
o.
Melakukan kegiatan penyertaan modal pada
bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal
ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring Ketentuan Perbankan
Saat Ini 101 penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh BI;
p.
Melakukan kegiatan penyertaan modal
sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya,
dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI; dan
q.
Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan
pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundangundangan
dana pensiun yang berlaku.
3.
Kegiatan Usaha BPR
Syariah
a.
Menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk antara lain: Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau
mudharabah;
b.
Deposito berjangka
berdasarkan prinsip mudharabah; dan atau
c.
Bentuk lain yang
menggunakan prinsip wadi’ah atau mudharabah.
d.
Menyalurkan dana dalam
bentuk antara lain:
e.
Transaksi jual beli
berdasarkan prinsip: murabahah, istishna, dan atau salam;
f.
Transaksi sewa menyewa
dengan prinsip ijarah
g.
Pembiayaan bagi hasil
berdasarkan prinsip: mudharabah, dan atau musyarakah;
h.
Melakukan kegiatan lain
yang tidak bertentangan dengan Undang-undang Perbankan dan Prinsip Syariah.
4.
Larangan Kegiatan Usaha
Bank Umum Konvensional
a. Melakukan penyertaan
modal, kecuali melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam No. 15 dan 16 pada penjelasan kegiatan
usaha Bank Umum konvensional tersebut di atas.
b. Melakukan usaha perasuransian;
c. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam kegiatan
usaha bank umum konvensional di
atas
5. Larangan
Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah
a. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam No. 16 dan 17 dalam penjelasan kegiatan usaha Bank
Umum Syariah tersebut di atas;
b. Melakukan usaha perasuransian;
c. Melakukan kegiatan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam kegiatan usaha Bank Umum Syariah tersebut di atas;
d. Melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
e. Mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional
6. Larangan kegiatan usaha BPR Syariah
a. Melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam larangan kegiatan usaha BPR
Konvensional;
b. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam kegiatan
usaha BPR Syariah di atas;
c. Melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
d. Mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensiona
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Setelah melakukan beberapa penelitian,dari berbagi sumber kami
sudah bisa lebih mengetahui,mengenal dan menilai , Apa itu perbankan
syariah ? Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di
Indonesia ? Bagaimana tanggapan masyarakat indonesia tentang bank syariah ? dan
alasan Mengapa bank menjadi langkah awal kebangkitan ekonomi islam ? Jadi Awal
mula Perbankan syariah di Indonesia yaitu berawal pada
periode 1980-an. Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim
Perbankan MUI tersebut diatas.Akte pendirian PT Bank Muammalat Indonesia ditandatangani
pada tanggal 1 November 1991. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah
menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat
sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya
telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank
konvensional.Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan
bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem
bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis
dan mampu bertahan.
Melihat adanya bank syariah , perkembangan bank syariah dan pertumbuhan
perekonomian syariah karena adanya perbankan syariah , ini menimbulkan
pendapat-pendapat yang baik dari masyarakat indonesia, mendapatkan antusiasme
ygt sangat besar dari masyarakat. Dan salah satunya ialah
ada presentase peningkatan peminat masyarakat khususnya di pulau
jawa yaitu(Jabar: 88,6 % Jateng dan DIY: 71,2 %, Jatim: 72 %
).
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2096813-dasar-pemikiran-terbentuknya-bank-syariah/#ixzz2KxoL9ooR Diakses pada tanggal 15 Februari 2013 pukul 16.32 WIB
Saidi, Zaim. Tidak Syar’inya Bank Syariah.
2010. Yogyakarta : Delokomotif
Abdul Ghofur Anshori, op.cit., hlm. 36.
Ahmad Fuad, op.cit.,
hlm. 165.
Usman,
Rachmadi. 2012. Aspek hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta : Sinar
Grafika.
Terkait,
ketentuan. Undang – undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.
Tersedia dari :
www.lps.go.id/in/web/guest/ketentuan-terkait/uu-21-th-2008-perbankan-syariah
http://www.fimadani.com/karakteristik-bank-syariah Diakses pada tanggal 16 Februari 2013 pukul
15.43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar