Selasa, 05 Maret 2013

Perbankan syariah





BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Perjalanan Bank syariah di Indonesia dimulai dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dengan dasar UU No. 7 tahun 1992, walaupun pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil hanya sepintas diuraikan. Sistem bank syariah baru mulai dilirik sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Ketika itu, Bank Indonesia melakukan uji kelayakan terhadap semua bank nasional, dan BMI yang baru berumur beberapa tahun dan sebagai satu-satunya bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah menempati peringkat ke 43 dari 208 bank yang ada. Sejak itulah banyak bank konvensional mulai jatuh hati dengan bank syariah dan mulai memberikan dan menyelenggarakan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk baik dengan mengkonversi bank konvensionalnya dengan menjadi bank syariah sepenuhnya maupun hanya dengan membuka divisi atau cabang syariah.
Prospek perbankan syariah terlihat cerah. Di tahun 2010 pertumbuhan aset perbankan syariah global mencapai 8,9 persen dengan total aset sebesar 900 miliar dolar AS. Dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama islam, seharusnya, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia dapat lebih meningkat dan tumbuh secara signifikan. Tentu saja masih banyak yang harus disiapkan oleh semua pihak yang terlibat, instrumen penting dalam perkembangan perbankan syariah antara lain pemenuhan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, peningkatan inovasi produk dan layanan kompetitif serta berbasis kekhususan untuk kebutuhan masyarakat dan keberlangsungan program sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat. Jika ketiga unsur itu dapat dipenuhi dan didukung dengan sarana infrastruktur yang memadai untuk mempromosikan program syariah serta peningkatan instrumen syariah yang terkait, harapannya adalah terwujudnya iklim dan situasi yang ideal bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “perbankan syariah”.
Berkaitan dengan judul tersebut, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Apakah pengertian Bank Syariah itu?
2. Bagaimana dasar pemikiran terbentuknya bank syariah?
3. Apa sajakah pengaturan dan dasar hukum perbankan syariah?
4. Apa saja ciri dan karakter bank syariah?
5. Bagaimana jenis dan kegiatan usaha bank syariah?

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian Bank Syariah itu?
2. Untuk mengetahui dasar pemikiran terbentuknya bank syariah?
3. Untuk mengetahui pengaturan dan dasar hukum perbankan syariah?
4. Untuk mengetahui ciri dan karakter bank syariah?
5. Untuk mengetahui jenis dan kegiatan usaha bank syariah?
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bank Syariah
Kata Hukum (al-hukm) secara bahasa bermakna menetapkan atau memutuskan sesuatu, sedangkan pengertian hukum secara terminologi berarti menetapkan hukum terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan manusia. Dalam perihal ini berarti penetapan hukum yang berkaitan dengan Perbankan.
Kata Bank berasal dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari banco dari bahasa Itali, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari sebagai isyarat fungsi untuk tempat penyimpanan benda-benda berharga, seperti peti uang, peti emas atau yang lainya.  Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syari’ah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah”.
Menurut Ensiklopedi Islam, Bank Islam atau bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasianya sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 pengertian Bank adalah berupa badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banayak (Pasal 1 Angka 2). Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 1 angka 1).
Pengertian Hukum Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank yang memenuhi Prinsip-Prinsip Syari’ah dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan.
Secara Umum Bank adalah lembaga yang memiliki tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan sesuai dengan akad syari’ah telah dilakukan sejak zaman Rasululllah SAW. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW.
Seorang sahabat Rasulullah SAW, Zubair bin Awwam r.a memilih tidak menerima titipan harta, ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda yaitu pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman ia mempunyai hak untuk memanfaatkan, kedua karena bentuknya pinjaman maka ia wajib mengembalikan secara utuh. Dalam riwayat Ibnu Abbas. r.a juga pernah melakukan pengiriman uang ke Kufah dan Abdullah bin Zubair r.a melakukan pengiriman uang dari Makkah ke adiknya Mis’ab bin Zubair yang tinggal di Irak. Pada masa sekarang perihal ini biasa kita sebut dengan Transfer.
Penggunaan cek juga telah dikenal luas seiring dengan meningkatnya lalu lintas perdagangan antara negeri Syam dan negeri Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan menggunakan cek ini, mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu di impor dari Mesir. Disamping itu pemberian modal kerja seperti mudharabah, muzara’ah dan musawah juga telah dikenal sejak awal diantara kaum muhajirin dan anshor.
Beberapa Istilah Perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqh, seperti istilah kredit (Inggris : credit, Romawi : credo) yang diambil dari istilah qord. Credit dalam bahasa Inggris berarti meminjamkan uang, credo berarti kepercayaan sedangkan qord dalam fiqh beraarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu juga dengan istilah cek (Inggris : check, Prancis : cheque) yang diambil dari istilah Suq, Suq dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek adalah alat pembayaran yang biasanya digunakan di pasar.
Gagasan awal diadakanya bank islam adalah untuk menghindari riba, pada masa Rasulullah, yang membawa risalah Islam bagi umat manusia, telah memberikan rambu-rambu tentang bentuk-bentuk perdagangan mana yang dapat dikembangkan pada masa berikutnya. Serta bentuk-bentuk usaha mana yang yang dilarang karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Salah satu larangan itu adalah usaha yang mengandung riba, dimana ayat tentang larangan riba ini diperkirakan turun menjelang Rasulullah wafat pada usia sekitar 60 tahun. Sehingga beliau tidak sempat menjelaskan secara rinci tentang riba ini. Dalam hubungan inilah peranan ijtihad para cendekiawan muslim sangat diharapkan untuk menggali konsepsi dasar tentang sistem perbankan modern yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Dengan demikian jelas, bahwa meskipun pada zaman Rasulullah secara formal belum ada lembaga perbankan, namun dari realitas amalan para sahabat pada saat itu menggambarkan fungsi lembaga Perbankan. Bahkan akad-akad yang dilakukan oleh para sahabat pada saat itu, seperti fungsi penitipan, memberikan pinjaman, pengiriman uang, melakukan pembiayaan modal kerja, dan lain-lainyang menjadi prinsip-prinsip utama dalam mengembangkan Perbankan Syari’ah. Di zaman Rasulullah SAW fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi.
2.2 Dasar Pemikiran Terbentuknya Bank Syariah
Dasar pemikiran terbentuknya Bank Syariah bersumber dari adanya larangan riba dalam Al-qur’an, firman Allah dalam surat Al-Baqara ayat: 275 “Orang-orang yang memakan riba itu tidak akan berdiri tegak, melainkan sebagaimana berdirinya orang-orang yang dirasuk setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya. Kerena yang demikian itu karena mereka mengatakan : perdagangan sama dengan riba dan mengharamkan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan perdangangan dan mengharamkan riba. Oleh karena itu barang siapa yang telah sampai kepadanya peringatan dari tuhannya, lalu ia berhanti (dari memakan riba) maka baginyalah apa yang telah lalu dan mengulanginya lagi mereka kekal didalamnya”. Selain berdasarkan pada ketentuan Al-qur’an dan Al-hadist berdirinya Bank Syariah juga didasari oleh kenyataan-kenyatan sebagai berikut : 
1.Praktek-praktek sistem bunga dan akibatnya. Penerapan sistem membawa akibat-akibat negatif sebagai berikut :
a. Masyarakat sebagi nasabah menghadapi suatu ketidak pastian bahwa hasil usaha dari kredit yang diambilnya tidak dapat diramalkan secara pasti. Sementara itu dia tetap wajib membayar presentase berupa pengambilan sejumlah uang tertentu yang tetap berada diasal jumlah pokok keuangan.
b. Penerapan sistem bunga mengakibatkan eksploitasi (pemerasan) oleh orang kaya terhadap orang miskin. Uang atau modal besar yang dikuasai oleh orang kaya tidak disalurkan dalam usaha-usaha yang produktif, tetapi modal besar itu justru untuk kredit berbunga yang tidak produktif.
2. Sistem perbankan yang ada sekarang memiliki kecenderungan terjadinya kosentrasi kekuatan ditangan kelompok elite, para bankir dan pemilik modal alokasi kekayaan yang tidak seimbang biasa menimbulkan kecemburuan sosial.
3. Sistem perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan laju inflasi semakin tinggi karena ada kecenderungan bank-bank untuk memberikan kredit secara berlebihan 
4. Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil dalam membantu memerangi kemiskinan dan meratakan pendapatan baik ditingkat nasional maupun diinternasional.
2.3 Pengaturan dan Dasar Hukum Perbankan Syariah
                  Perbankan yang ada di awal-awal kemerdekaan sampai dengan adanya deregulasi perbankan pada tahun 1988 merupakan bank yang secara keseluruhan mendasarkan pengelolahannya pada prinsip bunga.  Banyaknya tuntutan masyarakat yang menghendaki suatu lembaga keuangan yang bebas dari bunga (riba), maka dibutuhkan rangkaian upaya secara yuridis dan kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut.[1]
                  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, peraturan pelaksanaan mengenai Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil atau Bank Berdasarkan Prinsip Syariah atau Perbankan Syariah diatur atau ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.  Ketentuan ini menjadi landasan hukum bagi  pendirian Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.  Pengaturan mengenai Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil lebih lanjut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
                  Amandemen Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang antara lain isinya memberikan kewenangan penuh pengaturan Perbankan kepada Bank Indonesia (sebelumnya kewenangan berada pada Menteri Keuangan). Peraturan pelaksanaan yang mengatur perbankan yang semula berupa peraturan pemerintah diganti dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI), yang sebelumnya disebut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SKBI).[2]
                  Setelah mengalami banyak perubahan akhirnya ditentukan pengaturan perbankan syariah sebagaimana termuat dalam dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tidak berbeda dengan sistematika pengaturan perbankan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor10 Tahun 1998.  Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 terdapat beberapa pengaturan baru, yaitu mengenai tata kelola , prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko, penyelesaian sengketa; Komite Perbankan Syariah; self liquidation, serta perluasan kewenangan pengawasan Bank Indonesia. 
RANGKUMAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008
Rangkuman :
  1. Dengan telah diberlakukannya UU tentang Perbankan Syariah, maka terdapat 2 (dua) UU yang mengatur perbankan di Indonesia, yaitu UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dalam definisi Prinsip Syariah terdapat dua hal penting yaitu: (1) prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam, dan (2) penetapan pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar prinsip syariah.
  1. Fungsi dari perbankan syariah, selain melakukan fungsi penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat, juga melakukan fungsi sosial yaitu:(1) dalam bentuk lembaga baitul maal yang menerima dana zakat, infak, sedekah, hibah dan lainnya untuk disalurkan ke organisasi pengelola zakat, dan (2) dalam bentuk lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang yang menerima wakaf uangdan menyalurkannya ke pengelola (nazhir) yang ditunjuk (Pasal 4).
  2. Pihak - pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah atau UUS dari Bank Indonesia.
  3. Selain mendirikan Bank Syariah atau UUS baru, pihak-pihak yang ingin melakukan kegiatan usaha perbankan syariah dapat melakukan pengubahan(konversi) bank konvensional menjadi Bank syariah. Pengubahan dari Bank Syariah menjadi bank konvensional merupakan hal yang dilarang dalam UU ini (Pasal 5). 
  4. Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI) dan/atau badan hukum Indonesia, WNI dan/atau badanhukum Indonesia dengan warga negara asing (WNA) dan/atau badan hukum asing secara kemitraan, atau Pemerintah daerah. Sedangkan BPRS hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh WNI dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI, pemerintah daerah, atau gabungan dua pihak atau lebih dari WNI, badan hukum Indonesia dan pemerintah daerah (Pasal 9).
  5. UU Perbankan Syariah hanya mengenal bentuk badan hukum Perseroan Terbatas (Pasal 7).Setiap upaya penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BankSyariah wajib mendapat izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Hasilpenggabungan dan peleburan antara Bank Syariah dengan bank lainnyadiwajibkan untuk menjadi Bank Syariah (Pasal 17)
  6. Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan antara kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
  7. Secara umum bank syariah dan UUS dilarang untuk melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah, melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di lantai bursa serta kegiatan perasuransian kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah (Pasal 24 dan Pasal 25). Bagi BPRS, selain larangan tersebut, juga dilarang untuk membuka produk simpanan giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta kegiatan valuta asing kecuali penukaran valuta asing (Pasal 25).
  8. UU Perbankan Syariah juga mewajibkan dibentuknya Dewan Pengawas Syariah di setiap Bank Syariah dan Bank Umum konvensional yang memiliki UUS, dengan tugas antara lain memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah (pasal 32). Dewan Pengawas Syariah tersebut diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
  9. Pengaturan mengenai rahasia bank pada umumnya sama dengan UU Perbankan konvensional, yang wajib dirahasiakan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenainasabah penyimpan dan simpanannya, serta kewajiban tersebut berlaku bagi bank dan pihak terafiliasi. 
  10. Beberapa pengaturan mengenai rahasia bank dalam UU Perbankan Syariah yang berbeda dengan UU Perbankan konvensional, antara lain:
    • Tidak diaturnya pengecualian rahasia bank untuk kepentingan piutang yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN, seperti halnya yang diatur dalam UU Perbankan konvensional. Dengan demikian pengecualian rahasia bank yang dapat dimintakan izinnya ke BI terbatas hanya untuk kepentingan perpajakan, dan kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Di samping itu terdapat pengecualian lainnya yang tidak memerlukan izin dari BI, yaitu dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, dan atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, serta bagi ahli waris yang sah dalam hal nasabah telah meninggal dunia.
    • Pengaturan mengenai penyidik diperluas, tidak hanya terbatas pada jaksa atau polisi, tetapi berlaku juga bagi penyidik lain yang diberi wewenang berdasarkan UU (Pasal 43). Dengan demikian para penyidik di luar polisi atau jaksa dapat meminta keterangan mengenai rahasia bank, namun permintaan tersebut tetap diajukan oleh pimpinan instansi/departemen atau setingkat menteri.
  11. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama atau di luar Peradilan Agama apabila dalam akad telah diperjanjikan sebelumnya sepanjang tidak bertentangan denganPrinsip Syariah (Pasal 55).
     
  12. Dalam Aturan Peralihan telah diaturmengenai batasan UUS beralih menjadi Bank Umum Syariah,mengingat UUS hanya bersifat sementara, yaitu :
    • Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluhpersen) dari total nilai aset bank induknya, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah; atau
    • 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Perbankan Syariah, maka Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS wajib melakukan pemisahan UUS yang dimilikinya menjadi Bank Umum Syariah.
Sebagi tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 kemudian Bank Indonesia mengeluarkan berbagai regulasi yang baru sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008.  Disamping itu, terhadap regulasi Bank Indonesia yang sudah ada, Bank Indonesia juga melakukan penyempurnaan terhadap pengaturan perbankan syariah yang ada, baik hal itu karena penyesuian dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, terkait harmonisasi dengan ketentuan lainnya, maupun dalam rangka mendukung perkembangan perbankan syariah yang sehat dan tangguh.  Adapun peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tersebut antara lain :
1.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah;
2.       Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
3.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011;
4.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/32/PBI/2008 tentang Komite Perbankan Syariah;
5.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah;
6.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah;
7.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah;
8.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah;
9.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/31/PBI/2009 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
10.  Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah;
11.  Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5PBI/2011tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah;
12.  Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Dalam Status Pengawasan Khusus;
13.  Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 tentang Penialaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah;
14.  Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/14/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitan Aktiva Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Dengan telah diberlakuannya Undang-Undang Perbankan Syariah yang merupakan landasan hukum bagi kegiatan usaha perbankan syariah di Indonesia, maka diharapkan dapat mendorong perkembangan perbankan syariah, khususnya dalam peningkatan pelayanan perbankan, baik dari sisi jemlah bank maupun jaringan pelayanan, sehingga peranan perbankan syariah sebagi salah satu pilihan disamping perbankan konvensional, dapat meningkat dengan pangsa yang cukup signifikan disbanding perbankan konvensional.  
                  Dengan tersusunnya peraturan pelaksanaan dalam peraturan Bank Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 beserta peraturan pelaksanaannya, yang didukung dengan komitmen oleh para pemangku kepentingan, maka diharapkan akan dapat mendorong industri perbankan syariah berkembang secara cepat, sehat, dan amanah. 
2.4 Ciri dan Karakter Bank Syariah
Direktorat Perbankan Syariah BI menguraikan ada tujuh karakteristik utama yang menjadi prinsip Sistem Perbankan Syariah di Indonesia yang menjadi landasan pertimbangan bagi calon nasabah dan landasan kepercayaan bagi nasabah yang telah loyal. Tujuh karakteristik ini diterbitkan dan diedarkan berupa sebuah booklet Bank Syariah Untuk Kita Semua.[3] Ketujuh karakteristik ini adalah :
1.      Universal. Memandang bahwa Bank Syariah berlaku untuk setiap orang tanpa memandang perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama.
2.      Adil. Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai dengan posisinya dan melaran adanya unsur maysir (unsur spekulasi atau untung-untungan),gharar (ketidakjelasan), haram, riba,
3.      Transparan. Dalam kegiatannya bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.
4.      Seimbang. Mengembangkan sektor keuangan melalui akitfitas perbankan syariah yang mencangkup pengembangan sektor riil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)
5.      Maslahat. Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan
6.      Variatif. Produk bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan umum, giro, deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual-beli dan sewa, sampai kepada produk jasa kustodian, jasa transfer, dan jasa pembayaran (debet card, syariah charge).
7.      Fasilitas. Penerimaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, wakaf, dana kebajikan (qard),memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan interkoneksi antarbank syariah.
Melihat ketujuh karakteristik ini, kita bisa memahami bahwa Perbankan Syariah sudah memiliki landasan awal yang kokoh sebagai implementasi dari Falsafah Ekonomi Syariah. Apa itu falsafah Ekonomi Syariah? Dimana Ekonomi Syariah memliki Tujuan, Pilar dan Pondasi.
Dimana tujuannya adalah Falah.
Al-Falah yaitu kesuksesan yang hakiki berupa tercapainya kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Dimana tidak ada lagi jarak antara kelompok masyarakat kurang mampu dan masyarakat menengah keatas. Dengan begitu, berarti minimal kebutuhan dasar setiap manusia akan terpenuhi dan manusia saling memuliakan manusia lainnya. Berlomba-lomba untuk meraih kemuliaan yang abadi.
Kemudian, pilarnya adalah Keadilan, Kesinambungan, dan Kemaslahatan.
·         Aktifitas ekonomi yang berkeadilan dengan menghindari eksploitasi berlebihan, spekulatif, dan kesewenang-wenangan
·         Adanya keseimbangan aktivitas di sektor riil-finansial, pengelolaan risk-return, aktivitas bisnis-sosial, aspek spiritual material, dan azas manfaat-kelestarian lingkungan.
·         Orientasi pada kemaslahan yang berarti melindungi keselamatan kehidupan beragama, proses regenerasi, serta perlindungan keselamatan jiwa, harta dan akal.
Yang paling utama, Fondasi.
Fondasi Ekonomi Syariah, bangunan kokoh yang mesti dibangun atas kelayakan pondasi dan kualitas tinggi bahan-bahan pondasinya. Ada empat hal yang mutlak. Ukhuwah, Syariah, Akhlak, Aqidah.
·         Ukhuwah. Dimana hubungan transaksi ekonomi yang meletakkan tata hubungan bisnis dalam konteks kebersamaan universal untuk mencapai kesuksesan bersama.
·         Syariah. Kaidah-kaidah hukum muamalat di bidang ekonomi yang membimbing aktivitas ekonomi sehingga sesuai dengan syariah.
·         Akhlaq. Membimbing aktivitas ekonomi kita senantiasa mengedepankan kebaikan sebagai cara mencapai tujuan.
·         Aqidah. Taqwa kepada Allah, menimbulkan kesadaran bahwa setiap akitivitas manusia memiliki pertanggungjawaban kepada-Nya sehingga menimbulkan kesadaran bahwa setiap aktivitas manusia akan dimintai pertanggungjawaban. Dari kesadaran ini kemudian tumbuh integritas yang sejalan dengan prinsip Tata Kelola Usaha yang baik dan benar (Good Corporate GovernanceI yang sesuai dengan tuntutan syariah.
Sejenak meluangkan waktu untuk mengenal idealisme Bank Syariah. Bagi kita yang selama ini melirik Bank Syariah dari sisi praktikalnya, tanpa mengetahui setidaknya sedikit saja idealisme para pejuang ekonomi syariah. Atau yang sudah mengetahui, tapi memiliki pandangan tersendiri. Tak apalah. Asal tetap satu tujuan, mengembangkan Ekonomi Islam dengan falsafah diatas. Falsafah yang dianalogikan pada sebuah bangunan kokoh untuk satu tujuan. Falah. 

2.5 Jenis dan kegiatan Usaha Bank Syariah
            Bank syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat syariah.1 Perbedaan pokok antara keduanya adalah jika Bank Pembiayaan Rakyat syariah adalah Bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran,sedangkan Bank Umum Syariah adalah bank Syariah yang dalam kegiatan usahanya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Untuk penjelasan secara lengkap mengenai jenis dan kegiatan usaha bank  syariah adalah sebagai berikut 2 :
1.      Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah
Di atur dalam pasal 19 UU Perbankan syariah, yaitu :
a.       Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah.
b.      Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudarobah.
c.       Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akada mudarobah dan akad musyarokah.
d.      Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murobahah, akad salam, akad istisna
e.       Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh
f.       Menyalurkan pembiayaan penyewaaan barang bergerak atau tidak bergerak berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah yaitu penyediaan dana dalam rangka memidahkan hak guna
g.      Melakukan pengambil alihan utang berdasarkan akad hawalah yaitu pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak yang lain yang wajib menanggung atau membayar
h.      Melakukan usaha kartu debit atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
i.        Menjual, membeli, menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata
j.        Membeli surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank indonesia
k.      Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga
l.        Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain
m.    Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
n.      Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan nasabah
o.      Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah
p.      Memberikan fasilitas bank garansi
q.      Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial
2.      Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional

a.       Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b.      Memberikan kredit;
c.       Menerbitkan surat pengakuan hutang;
d.      Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masaberlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; Sertifikat Bank Indonesia (SBI); Obligasi; Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1(satu) tahun; 100 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
e.       Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
f.       Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
g.      Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
h.      Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
i.        Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
j.        Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k.      Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
l.        Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
m.    Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang tentang Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
n.      Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
o.      Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring Ketentuan Perbankan Saat Ini 101 penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
p.      Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI; dan
q.      Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundangundangan dana pensiun yang berlaku.

3.      Kegiatan Usaha BPR Syariah
a.       Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk antara lain: Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah;
b.      Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah; dan atau
c.       Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadi’ah atau mudharabah.
d.      Menyalurkan dana dalam bentuk antara lain:
e.       Transaksi jual beli berdasarkan prinsip: murabahah, istishna, dan atau salam;
f.       Transaksi sewa menyewa dengan prinsip ijarah
g.      Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip: mudharabah, dan atau musyarakah;
h.      Melakukan kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-undang Perbankan dan Prinsip Syariah.

4.      Larangan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional

a. Melakukan penyertaan modal, kecuali melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam No. 15 dan 16 pada penjelasan kegiatan usaha Bank Umum konvensional tersebut di atas.
b. Melakukan usaha perasuransian;
c. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam kegiatan
   usaha bank umum konvensional di atas
5. Larangan Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah
a. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam No. 16 dan 17 dalam penjelasan kegiatan usaha Bank Umum Syariah tersebut di atas;
b. Melakukan usaha perasuransian;
c. Melakukan kegiatan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam kegiatan usaha Bank Umum Syariah tersebut di atas;
d. Melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
e. Mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional
6. Larangan kegiatan usaha BPR Syariah
a. Melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam larangan kegiatan usaha BPR  
  Konvensional;
b. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam kegiatan  
   usaha BPR Syariah di atas;
c. Melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
d. Mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensiona

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah melakukan beberapa penelitian,dari berbagi sumber kami sudah  bisa lebih mengetahui,mengenal dan menilai , Apa itu perbankan syariah ?  Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Indonesia ? Bagaimana tanggapan masyarakat indonesia tentang bank syariah ? dan alasan Mengapa bank menjadi langkah awal kebangkitan ekonomi islam ? Jadi Awal mula Perbankan syariah di Indonesia yaitu  berawal pada periode 1980-an. Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut diatas.Akte pendirian PT Bank Muammalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional.Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Melihat adanya bank syariah , perkembangan bank syariah dan pertumbuhan perekonomian syariah karena adanya perbankan syariah , ini menimbulkan pendapat-pendapat yang baik dari masyarakat indonesia, mendapatkan antusiasme ygt sangat besar dari masyarakat. Dan salah satunya ialah ada  presentase peningkatan peminat masyarakat khususnya di pulau jawa yaitu(Jabar: 88,6 %  Jateng dan DIY: 71,2 %, Jatim: 72 % ). 




















DAFTAR PUSTAKA

Saidi, Zaim. Tidak Syar’inya Bank Syariah. 2010. Yogyakarta : Delokomotif
Abdul Ghofur Anshori, op.cit., hlm. 36.

Ahmad Fuad, op.cit., hlm. 165.
Usman, Rachmadi. 2012. Aspek hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
Terkait, ketentuan. Undang – undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Tersedia dari : www.lps.go.id/in/web/guest/ketentuan-terkait/uu-21-th-2008-perbankan-syariah
http://www.fimadani.com/karakteristik-bank-syariah Diakses pada tanggal 16 Februari 2013 pukul 15.43



[1] Abdul Ghofur Anshori, op.cit., hlm. 36.

[2] Ahmad Fuad, op.cit., hlm. 165.
[3] Saidi, Zaim. Tidak Syar’inya Bank Syariah. 2010. Yogyakarta : Delokomotif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar